Pemkot Mataram Jamu Peserta Seminar Internasional Tradisi Lisan Ke-X

Lombok Siber – Seminar Internasional Tradisi Lisan ke-X digelar di Kota Mataram dan dibuka secara resmi pada Kamis tanggal 26 Oktober 2017. Menyambut peserta seminar yang tidak saja datang dari berbagai wilayah di Indonesia bahkan juga dari mancanegara, Pemerintah Kota Mataram menggelar acara ramah tamah yang dikemas dalam bentuk perjamuan makan malam dengan seluruh peserta seminar di Aula Pendopo Wali Kota Mataram pada Rabu petang (25/10/17). Hadir dalam acara tersebut utusan dari negara Malaysia, Filipina, Australia, dan Amerika Serikat, bersama sejumlah perwakilan dari Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Mewakili Wali Kota Mataram, Sekretaris Daerah Kota Mataram H. Effendi Eko Saswito mengatakan bahwa Pemerintah Kota Mataram menyambut baik penyelenggaraan seminar yang merupakan sebuah perwujudan komitmen bersama dalam melestarikan budaya sebagai kekayaan kultur daerah. Sedikit disayangkan Eko, pelaksanaan seminar tidak dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan penyelenggaraan kegiatan Festival Mataram tahun 2017, meski pada awalnya direncanakan agar kedua kegiatan dapat dirangkaikan. Namun dirinya tetap mengundang para peserta seminar untuk menikmati potensi-potensi wisata di Mataram. “Selain wisata pantai kami punya wisata belanja, wisata kuliner, wisata budaya dan religi”, terangnya.

Tradisi lisan lanjut Eko, tidak bisa dipungkiri mulai tergerus arus globalisasi dan berada pada ancaman kepunahan. Padahal dari tradisi lisan dapat dipelajari adat istiadat, kearifan lokal, etos kerja, undang-undang, dan lain sebagainya. Sebagai produk kultural, tradisi lisan mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya yang disampaikan melalui tutura, dan sebagian diabadikan melalui naskah. “Seminar ini sebagai salah satu upaya penyelamatan yang memang tidak mudah dilakukan, tapi tidak berarti tidak mungkin diwujudkan. Sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi UNESCO 2003, bahwa penyelamatan tradisi lebih berorientasi pada proses dan bukan hasil”, kutipnya.

Sementara dikatakan oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Hilmar Farid, sebenarnya salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia adalah tradisi lisannya. Keberadaan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) di Indonesia salah satunya dalam konteks keindonesiaan, berkontribusi untuk mencoba memberi koridor kemana arah kebijakan revolusi mental melalui basis yang dipunyai di masing-masing budaya. Tantangan yang ada adalah bisakah ATL memformulasikan agar koridor tersebut dapat menjadi tuntunan bagi para guru dalam memberikan pendidikan karakter bagi siswa-siwinya, dan memberi gambaran kepada masyarakat dalam menerjemahkan arah revolusi mental, serta nantinya akan terus bergelombang sampai ke tingkat yang lebih kecil seperti di tingkat keluarga dan organisasi-organisasi kemasyarakatan.

Disisi lain lanjutnya, Indonesia saat ini tengah dalam gairah dalam mengembangkan ekonomi kreatif yang dengan cepat mengalahkan sektor-sektor lain karena sumbernya adalah dari berbagai keunikan lebih dari 700 suku bangsa, belum termasuk sub-sub kultur yang ada. Seperti juga halnya di Nusa Tenggara Barat yang tengah dalam upaya mengembangkan sektor kepariwisataan, senjata utamanya adalah penghargaan terhadap tradisi lisan yang berkembang dan melakukan sosialisasi bagi masyarakat bahwa ini adalah kekuatan mereka untuk mencapai kesejahteraan. “Sedangkan dalam kaitannya dengan NKRI, Pancasila dan pluralitas, pendekatan yg paling ramah adalah pemahaman terhadap seni budaya dan keunikan lokal yang dalam cara mereka mentransformasikannya lebih banyak secara lisan dengan bertutur atau bercerita”, pungkasnya. [adm]
Previous
Next Post »
Komentari

Tidak ada komentar